Book
Pemimpin dan perubahan : langgam terobosan profesional bisnis Indonesia
Ribuan bahkan mungkin jutaan literatur mengenai perubahan mudah ditemukan di media massa, artikel-artikel ilmiah atau pun buku. Tidak kita sadari, apa yang dikatakan filsuf Herakleitus dari Efesus lebih dari dua ribu lima ratus tahun silam ternyata kini menjadi pendefinisi kultur kita. Sang filsuf ini berkata, “Segalanya berubah, tak-satu hal pun yang tetap.”
Demikianlah, kultur kita ditandai oleh perubahan. Politik bermetamorfosis dari otoritarianisme ke demokrasi. Agama berubah rupa dari fanatisme dogmatis ke inklusivisme. Sumber pengetahuan beralih dari debat klasik rasionalisme versus empirisme kepada pentingnya menghargai subjek dan objek dalam pembentukan pengetahuan manusia. Pandangan ekonomi pun berubah dari satu mashab ke mashab lainnya.
Dalam konteks perubahan tanpa henti inilah kita memahami mengapa harus ada perubahan dalam kepemimpinan. Pertanyaannya, apakah kesadaran akan pentingnya perubahan otomatis diikuti oleh kehendak untuk berubah? John Kotler menyangsikan hal ini ketika dia mengatakan bahwa kesadaran akan perubahan dan kehendak untuk berubah sangat tergantung pada pengalaman, perasaan dan kalkulasi manusia dalam mengubah sesuatu (John Kotler, Thought on the Changing World Around Us, 2012). Ditempatkan dalam konteks bisnis dan perusahaan, misalnya, kita ternyata membutuhkan waktu lama untuk merealisasikan ide perubahan menjadi tindakan nyata.
Gagasan ini seharusnya menjadi pegangan kita ketika membaca buku Pemimpin dan Perubahan. Langgam Terobosan Profesional Bisnis Indonesia (Elex Media Komputindo, 2012). Peringatan John Kotler menyadarkan kita bahwa gagasan perubahan – apalagi dalam konteks bisnis – tidak bisa dibicarakan terlalu abstrak tanpa menempatkannya dalam konteks sosial yang sangat real. Perubahan harus bercita rasa lokal, dan itulah yang dibidik buku ini. Buku ini mendeskripsikan perubahan berlanggam Indonesia.
Buku ini sebenarnya adalah penulisan sangat populer dari sebuah penelitian akademis atas pengalaman 20 pemimpin perusahaan (nasional dan internasional) dalam menjalankan perusahaannya. Perubahan itu difokuskan pada bagaimana mereka merealisasikan gagasan perubahan menjadi sebuah tindakan nyata (hlm. xxii). Sebagaimana juga diakui para penulisnya, meskipun pembahasannya dibuat sangat populer, kaidah-kaidah keilmiahan penelitian kualitatif yang mereka pilih tetap dapat dipertanggungjawabkan. Uraian populer dimaksud untuk membiarkan pembaca “menikmati” sendiri bagaimana para pemimpin perusahaan yang diwawancara berjuang meyakinkan pemilik perusahaan untuk berubah sampai bagaimana memimpin dan mengawal perubahan itu sendiri.
Inilah sebenarnya kekuatan buku ini. Perubahan bercita rasa Indonesia itu sungguh nyata. Ambillah contoh perubahan di PT Bentoel International di bawah kendali Y.W. Junardy. Tampak jelas, ide tentang perubahan tidak serta merta menjadi berita gembira bagi pemilik perusahaan atau karyawan yang terlanjur mencintai kemapanan dan kenyamanan. Dibutuhkan waktu yang lama, negosiasi yang alot, komitmen, keyakinan dan kerja keras untuk berubah (hlm. 44-45). Pengalaman dari para pemimpin perusahaan lainnya menegaskan hal yang kurang lebih sama.
Bab satu buku ini (hlm. 1-31) mendeskripsikan secara induktif mengapa para pemimpin perusahaan harus mengubah gaya, model, dan tipe kepemimpinannya. Di akhir bab ini penulis menegaskan watak para pemimpin perusahaan Indonesia dalam melakukan perubahan. Bahwa perubahan itu ditempuh dengan cara yang tidak menyakitkan (menghindari konflik), tidak otoriter, dan mengutamakan unsur relasional (hlm. 28-29). Itulah langgam perubahan Indonesia.
Bab dua menjawab pertanyaan mendasar perihal model perubahan. Seperti apakah seharusnya perubahan itu terjadi? Itulah sebabnya mengapa ada deskripsi tentang jenis-jenis perubahan (hlm 35-37) dan model pengelolaan perubahan (hlm 38-41). Uraian bab ini memang lebih teoretis karena dimaksud untuk memahami bab ketiga buku ini, yakni bagaimana dinamika perubahan dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia (hlm 43-91). Meskipun setiap pemimpin perusahaan menjawab perubahan dengan ritme dan dinamika yang berbeda, fase yang tidak bisa dielakkan adalah pertama, pentingnya persetujuan dari pemilik perusahaan. Di sini kita mengerti kiat-kiat apa saja yang dipakai oleh pemimpin perusahaan dalam meyakinkan pemilik perusahaan (hlm 44-56), serta kedua, perencanaan strategis yang mereka lakukan (hlm 57-76). Yang jelas, perubahan harus diawasi dengan perencanaan yang matang, strategi yang jitu, serta kerja sama semua pihak sebagaimana yang terjadi di perusahaan Tri Putra Group (hlm 89-91).
Bab keempat buku ini sebenarnya berpusat pada upaya mendeskripsikan watak pemimpin perusahaan yang melakukan perubahan. Ada tiga watak utama yang ditonjolkan, yakni semangat belajar, seia-sekata menjalankan perusahaan dan merakyat. Watak-watak ini menjadi semacam conditio sine qua non bagi perubahan. Dan ini hanya bisa diwujudkan jika pemimpin perusahaan memang seorang panutan, memiliki wawasan budaya yang memadai, rendah hati dan mau terlibat, serta memiliki kadar spiritualitas yang baik. Watak-watak inilah yang dicontohkan oleh Rudy Pesik, pemilik lisensi DHL dengan kantor pusat dan cabang yang menyebar seantero Nusantara dan dunia, atau pengalaman Sinarman Jonathan, Dirut Indomaret, atau Erwin Tenggono, Dirut PT Anugrah Argon Medica (AAM).
Demikianlah, berubah adalah keniscayaan, tepatnya tuntutan bagi eksistensi. Mungkin saja kita percaya pada adagium yang mengatakan, “Change or perish” (berubah atau musnah”). Kalaupun ini bersifat universal, upaya merealisasikannya tetap bercita rasa lokal. Buku ini berhasil mendeskripsikan gaya kepemimpinan di perusahaan-perusahaan Indonesia sekaligus menegaskan lokalitas cita rasa dimaksud.
Judul | Edisi | Bahasa |
---|---|---|
Business model generation : pedoman bagi para visioner, penggerak perubahan dan pendobrak | id |