FIC
Antara pasar dan politik : BUMN di bawah Dahlan Iskan
BUMN tidak dapat lepas dari kaidah birokrasi kekuasaan dan tarik-ulur kepentingan partai politik. Karena posisi BUMN sangat penting dalam mengurus unit-unit kegiatan bisnis yang berkaitan dengan keperluan publik secara luas, maka salah satu tugas BUMN adalah ikut menjalankan kebijakan pemerintah. Satu dari dua elemen itu, yakni ekonomi dan politik, seringkali menjadi batu sandungan pemimpin BUMN terdahulu dalam mengembangkannya.Secara substansial, badan negara ini bergerak dalam bidang korporasi ekonomi. Tapi, secara politik, langkah yang diambil badan ini sering tidak bisa dipisahkan dari unsur kepentingan publik. Dalam konteks ini, BUMN dianggap sebagai "alat" negara untuk mencapai tujuan ekonomi dan juga non-ekonomi.Kondisi sulit tersebut menuntut seseorang pemimpin yang bisa berada di garis tengah, di antara kepentingan ekonomi dan politik. Sosok pemimpin idealistis sekaligus realistis menjadi pilihan utama untuk mengisi kursi panas Kementerian BUMN. Dahlan hadir sebagai "orang pilihan" di Kementerian BUMN pada 2011 atas inisiatif Presiden SBY. Sebelumnya, pria pemilik Jawa Pos ini sukses membawa PLN di bawah kritikan tajam mengenai kondisi perusahaan yang tidak mampu mengalirkan cahaya secara konsisten di beberapa daerah.Sekali lagi, putaran "nasib langkah", menurut istilah penulis, yang membawa Dahlan sampai ke singgasana utama BUMN. Hemat penulis, posisi Dahlan sebagai Menteri BUMN merupakan satu hal yang berada di luar kontrolnya. Agar bisa merealisasikan target-target kemajuan, Dahlan melakukan proses subjektivikasi atas infrastruktur objektif. Hasilnya, meskipun sering berada di luar kontrol, kerja-kerja yang dilakukannya ternyata berkembang secara konstruktif.Reformasi birokrasi yang diperagakan Dahlan dalam memimpin, membuat BUMN mengalami perubahan besar. Pertama, Dahlan mampu mensinergikan kepentingan ekonomi dan politik, yaitu melakukan koordinasi sesama menteri dan tetap tunduk terhadap presiden, bahkan secara politis menerima pengawasan dari parlemen. Kedua, Dahlan tetap bertindak profesional dengan masih memakai standar masa lalunya sebagai pelaku korporasi yang hati-hati terhadap kekuasaan "ekstra pasar".Ketiga, Dahlan mampu menciptakan dukungan publik dari pengelolaan BUMN agar jauh dari intervensi politik. Terakhir, kinerja out of the box yang diperlihatkannya mendorong minat aktor-aktor pengelola awak media menjadikannya sebagai media darling. Gerakan ala "koboi" dengan balutan formil itu membuat performa BUMN dari tahun ke tahun terus naik secara drastis.Buku ini secara keseluruhan menunjukkan dengan gamblang dua hal penting dari model kepemimpinan Dahlan di BUMN. Di satu sisi, sifat "urakan" Dahlan memudahkan publik untuk mencerna informasi kebijakan reformatif yang sedang dijalankan, sehingga publik dapat mengharapkan sesuatu perubahan yang konstruktif. Pada sisi yang lain, Dahlan bersiasat dengan masuk dalam jajaran aktor politik di luar partai politik. Seperti kita tahu partai-partai politik ini dapat saja sewaktu-waktu mengganggu dirinya dalam mentransformasi BUMN.Langkah Dahlan membangun panggung politik umum di media –dengan menggandeng pelaku kekuasaan tak resmi-- mendorong keberhasilan reformasi BUMN. Aliansi itu, menurut penulis, menjadi penyeimbang kekuasaan dalam upaya menyehatkan BUMN. Dengan cara-cara seperti itulah, maka transformasi dan reformasi di tubuh BUMN juga mendapat dukungan dari kekuatan ekstra-negara yang menghendaki perubahan.Kesimpulan sementara, ternyata hanya dua syarat untuk bisa mereformasi BUMN. Pertama diperlukan orang seperti Dahlan, atau orang yang kapasitasnya melebihi Dahlan
Tidak tersedia versi lain